Surga Tenggelam di Blang Kulam…

UDARA sejuk membekap kawasan perbukitan Desa Sidomulyo, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara. Deru air jatuh terdengar dari kejauhan. Ketika memasuki kawasan itu pengunjung akan menemukan cawan raksasa berisi air jernih. inilah potensi wisata yang tenggelam bersama letusan senapan dan mesiu saat konflik masih terajadi di Aceh.
Saat konflik, kawasan itu dikategorikan daerah hitam oleh polisi dan TNI. Sembilan tahun damai Aceh, belum bisa mengubah kawasan tersebut menjadi pusat kawasan wisata di Aceh Utara.
Untuk menuju air terjun setinggi 15 meter itu, pengunjung bisa menempuh jalur Simpang Buloh lalu tiba di Keude Beureughang berbelok kiri langsung ikuti jalan lurus yang membelah perkebunan sawit. Jalan aspal mulus membentang sepanjang 21 kilometer. Setelah itu, aura dingin langsung membekap tulang.
Jika akhir pekan, lokasi wisata ini dikunjungi wisawatan lokal dari Aceh Utara, Bireuen, Aceh Timur dan Kota Lhokseumawe. Untuk menuju lokasi wisata itu pengunjung harus menuruni 752 anak tangga. Barulah terlihat keindahan panorama alam.
Dibawah air terjun, bertabur aneka bebatuan. Di sini, pengunjung bisa duduk bersantai sambil menikmati makanan ringan. Selain itu, kawasan tersebut juga terdapat kompleks kebun binatang. Beberapa karangkeng hewan peliharaan telah disiapkan sejak tahun 2010 lalu. Sayangnya, kebun binatang seluas setengah hektare itu kosong dan tidak terawat.
Fasilitas umum yang tersedia di lokasi itu hanya toilet, mushalla dan balai tempat istirahat. Praktis, lokasi ini hanya dikelola dan dijaga oleh masyarakat lokal. Pemkab Aceh Utara bahkan menghimbau agar lokasi wisata di kabupaten itu ditutup. “Seruan menutup lokasi wisata itu dilakukan Bupati Ilyas A Hamid tahun 2010 lalu. Kebijakan itu merespon permintaan ulama, agar lokasi wisata ditutup karena rentan terjadinya pelanggaran syariat Islam,” kata Kabag Hukum Setdakab Aceh Utara, Syahrial, Senin (18/8). Dia menyebutkan, sesuai namanya, seruan bisa diikuti, bisa juga tidak oleh masyarakat di lokasi wisata.
Meski begitu, masyarakat lokal di air terjun tersebut berharap agar Pemkab mempromosikan lokasi wisata yang populer tahun 1988 silam. “Jika hari biasa, lokasi ini sepi pengunjung. Hanya akhir pekan saja yang ramai pengunjung,” sebut penjual makanan ringan Muhammad (40) di kawasan itu.
Dia berharap, Pemkab Aceh Utara gencar melakukan promosi wisata. Sehingga, lokasi wisata yang telah dikenal sejak tahun 1988 itu kembali dikenal masyarakat luas. Dikatakan, wisata itu akan membantu sektor ekonomi masyarakat di sekitar air terjun.
Kini, masyarakat terus berdatangan. Menikmati panorama alam. Meski air terjun itu tenggelam di jantung konflik. Masyarakat lokal terus mengembangkannya, sesuai kemampuan mereka sendiri.