Masriadi Sambo

Top Menu

  • Home Page Utama
  • Tentang Saya

Main Menu

  • Beranda
  • Tentang Saya
  • Artikel
  • Buku
  • Catatan
  • Cerpen
  • Info
  • Jurnal
Sign in / Join

Login

Welcome! Login in to your account
Lost your password?

Lost Password

Back to login

Masriadi Sambo

Masriadi Sambo

  • Beranda
  • Tentang Saya
  • Artikel
  • Buku
  • Catatan
  • Cerpen
  • Info
  • Jurnal
  • Desau Kesejukan di Kebun Kurma Terluas di Aceh

  • Kritik Buat Gugus Tugas Covid-19

  • Menikmati Sejuk di Lhok Sijuek ….

  • Dan Uban pun Bertambah | 15 Desember

  • Kisah Nur Fadhilah, Lumpuh Total, Ditinggal Suami dan Membesarkan Anak

  • Palang Pintu Terakhir Penderita HIV di Aceh….

  • Cerita Dani kembangkan Bisnis Kopi

  • Secangkir Kopi Nira di Suatu Sore…

Catatan
Home›Catatan›Mencari Kesahalan Diri

Mencari Kesahalan Diri

By Masriadi Sambo
September 18, 2021
57
0
Share:

BANGSA ini berada pada posisi menjadi serba ahli. Setidaknya itu yang terlihat di laman media sosial. Kerap viral pada momen seharusnya menjadi keniscayaan. Semisal, bagaimana warga net, merespon kasus penangkapan Suroto, salah satu peternak di Blitar, Jawa Timur, yang membentangkan poster sebagai protes saat kunjung Presiden Joko Widodo ke kota itu.

 

Lalu, Suroto diundang ke istana, meski sempat ditangkap oleh polisi. Presiden Jokowi tampak paham benar, isu viral soal peternak ini akan menjadi buah bibir dan berdaya letak pada sisi pencitraan. Sehingga, Istana mengundang untuk bicara langsung.

 

Warga net pun merespon dengan suka cita aksi Jokowi itu. Lalu alpa pada substansi kenapa seorang Suroto terpaksa demo tunggal untuk menyampaikan aspirasinya. Harga ayam potong anjlok dan pakan mahal. Sejatinya, Sutoro tak perlu beraksi jika Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Perdagangan menjamin harga pakan dan harga jual untuk peternak di tanah air.

 

Fenomena lain, aksi humanis warga menyalurkan bantuan untuk masyarakat miskin juga kerap viral. Menjadi buah bibir dan menjadi pusat perhatian. Sebagian warga net memuji dan menyalahkan pemerintah. Sebagian lagi cenderung bersyukur di era digital masih banyak warga yang saling membantu.

 

Bukankah sifat dasar manusia Indonesia itu saling welas asih, saling bantu, dan saling berbagi? Sejak dulu. Sejak zaman nenek moyang kita.

 

Bangsa ini tak akan pernah merdeka, jika kata-bersatu-untuk melawan penjajahan tak melekat di jiwa para pejuang dan laskar rakyat. Itu semua dikibarkan oleh tokoh nasionalis dan ulama sebagai tokoh religius.

 

Mereka lah yang kemudian menyatukan, merubah pola pikir rakyat Indonesia, dari memuji penjajah dengan sebutan ndoro menjadi sebutan penjajah yang harus diusir dari bumi Indonesia.

 

Cerita lain, fenomena laman media sosial. Tampil publik yang serba ahli dan berkomentar di semua persoalan. Mulai mengomentari sosial politik hingga alih teknologi. Duh, ini sungguh bangsa yang super cerdas. Dari sanalah hoaxs bermunculan. Tuhan menakdirkan manusia dengan kapasitas otak terbatas. Ahli pada bidang tertentu. Dan tidak mampu menyerap seluruh ilmu pengetahuan di muka bumi.

 

Namun, kita seakan abai pada fakta bahwa kemampuan dan keahlian kita masing-masing sangat terbatas. Di sinilah titik tolak perpecahan bangsa. Kerap menyalahkan orang lain. Alpa akan koreksi dalam diri. Koreksi pada akal budi dan sadar akan kesalahan kita untuk berkomentar pada tema yang sama sekali tak kita pahami secara mendalam.

 

Sayangnya, jika awam berperilaku sebagai ahli pun keliru. Kekeliruan semakin sempurna jika elit negara juga melakukan hal yang sama. Bagaimana elit mempertontonkan tema-tema yang tidak dikuasai. Merespon pertanyaan wartawan tanpa harus berpikir bahwa dia tidak ahli dibidang itu. Bahkan tidak punya kapasitas keilmuan untuk itu.

 

Sebut saja soal pandemi? Bagaimana pandemi disampaikan pada publik oleh orang yang tidak memiliki latarbelakang dunia kesehatan? Lalu kita berharap agar publik percaya dan tidak termakan hoaxs. Ini sungguh menjadi pertanyaan mendasar. Maka idiom kuno, serahkan sesuatu pada ahlinya menjadi kunci bangsa ini untuk saling menghargai.

 

Kita butuh mereka yang bisa menjadi contoh nyata. Bukan mereka yang asal tampil di media. Tak peduli akan makna setiap bicara. Sisi lain, kita kerap berpikir untuk mengelompokan masyarakat. Menggunakan kata (saya) bukan dengan pemilihan kata (kita).

 

Ini menjelaskan bahwa jika bukan saya, maka yang lainnya tak berguna. Seakan mereka bukan bangsa Indonesia. Sudahlah. Akhirilah semua praktik menjadi ahli ini. Praktik seakan saya paling benar.

 

Bangsa ini butuh energi luar biasa. Untuk melunasi hutang negara. Membawa pendidikan dan kesehatan kita setara negara-negara Eropa. Intinya, mari kita saling mengoreksi diri. Apakah ucapan kita akan menyakiti. Atau ucapan kita didukung dengan data dan bukti. Bukan sekadar asal bunyi.

 

 

TagsMencari Kesahalan Diri
Previous Article

Keripik Bireuen Bertahan Ditengah Pandemi

Next Article

Cerita Pengrajin Tas Aceh Ditahun Kedua Pandemi ...

Share:

Masriadi Sambo

Sehari-hari lebih banyak di warung kopi. Menikmati kopi, menulis apa saja sesukanya, seenaknya. Sejauh ini telah menulis beberapa buku dan novel, diantaranya Cinta Kala Perang, Cinta Yang Hilang, Pengantar Jurnalisme Multiplatform, Media Relations Kontemporer. Aktif menjadi pembicara untuk tema jurnalisme, komunikasi massa dan politik. Menjadi peneliti tetap di Integrity, sebuah lembaga swadaya masyarakat berbasis di Lhokseumawe. Sejak tahun 2005 hingga kini, menulis esei, artikel, cerita pendek, buku, buku biografi, buku ilmiah dan novel.

Related articles More from author

  • Catatan

    Kisah Nenek Renta, Buta, Sebatang Kara di Pedalaman Aceh Utara

    September 10, 2019
    By Masriadi Sambo
  • Catatan

    Menikmati Sejuk di Lhok Sijuek ….

    Januari 23, 2020
    By Masriadi Sambo
  • Catatan

    Sensasi Mendaki Burni Telong …

    Agustus 21, 2021
    By Masriadi Sambo
  • Catatan

    Saya, Junaidi dan Rapai

    Oktober 20, 2019
    By Masriadi Sambo
  • Catatan

    Pesona Wisata Legendaris Ketibung …

    September 8, 2019
    By Masriadi Sambo
  • Catatan

    Menunggu Senja Tenggelam di Kupiah Teuku Umar

    November 16, 2019
    By Masriadi Sambo

Baca juga :

  • Catatan

    Sensasi Durian Jalan Elak…

  • Catatan

    Senyum CS, Nomor Cantik dan Kemudahan BNI46  

  • Catatan

    Telisik Jejak Presiden Sukarno di Bireuen

Postingan Terbaru

Artikel

Membenahi Kualitas Pendidikan Kita

  • Menerka Langkah Akhir Jokowi untuk Aceh

    By Masriadi Sambo
    Juni 12, 2022
  • Dari Renggali Jelajah 3 Destinasi di Pinggir Danau Laut Tawar

    By Masriadi Sambo
    September 29, 2021
  • Cerita Pengrajin Tas Aceh Ditahun Kedua Pandemi Covid-19

    By Masriadi Sambo
    September 25, 2021
  • Mencari Kesahalan Diri

    By Masriadi Sambo
    September 18, 2021

Temukan saya di Facebook

Kontak

  • Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe Jalan Simpang Ardat No 20, Kota Lhokseumawe 24300
  • 0852-9650-3400
  • aku[at]masriadisambo.id
  • Recent

  • Popular

  • Membenahi Kualitas Pendidikan Kita

    By Masriadi Sambo
    Juni 17, 2022
  • Menerka Langkah Akhir Jokowi untuk Aceh

    By Masriadi Sambo
    Juni 12, 2022
  • Membenahi Kualitas Pendidikan Kita

    By Masriadi Sambo
    Juni 17, 2022
  • Lubang Dada

    By Masriadi Sambo
    Mei 29, 2019

Ikuti saya

© Copyright 2020. All rights reserved.