Kita, Lebaran dan Panca Sila

1 Juni 2019, diperingati saban tahun. Sebagai hari lahir Panca Sila. Lima dasar negeri ini didirikan. Lewat titisan air mata. Darah mengalir deras membasahi tanah. Lewat gerakan dan aneka daya juang. Dari seluruh suku bangsa. Sabang hingga Merauke. Mianggas hingga Pulau Rote.
Dari tangan kaum tua dan muda. Ulama dan umara. Semua berteguh tekad. Menjadi diri merdeka. Bangsa berdaulat. Dengan berlandaskan berkah Tuhan, ingin menjadi bangsa yang bersatu untuk kemanusiaan.
Lalu dalam tata laku menjadi keniscayaan akan perbedaan sudut pandang. Ditakdirkan untuk melahirkan pendapat beragam. Itu semua tuntas lewat musyawarah, ditemani kopi dan kretek secukupnya.
Silakan tegang urat leher berdebat. Mempertahankan pendapat, menganalisa lewat berbagai sudut masalah. Dari kacamata psikologi, sosial, filosofi, politik dan aneka keilmuan lainnya. Itu lumrah. Lazim. Sangat biasa.

Tagline Hari Lahir Panca Sila, 1 Juni 2017 | FOTO Patembayan.com
Bahkan Bung Karno pun kerap bersitegang dengan Bung Hatta tentang program pembangunan bangsa. Tak ada yang aneh. Namun ketika diputuskan bersama, disanalah kearifan berwibawa. Menjadi penerabas ketegangan dan membungkusnya menjadi satu komitmen. Bersama mewujudkan kemandirian bangsa dalam bungkus keadilan sosial. Untuk seluruh penduduknya. Tanpa melihat agama, adat dan budaya.
Menjadi soal hari-hari ini adalah ketika kita merasa paling benar. Seakan kelompok sana tidak nasionalisme. Soal kesatuan, bangsa ini sudah selesai sejak diproklamirkan oleh Bung Karno. Sejak disepakati sila pertama hingga kelima dasar bernegara itu. Menjadi aneh, ketika mengklaim-aku pancasila-bukan hanya soal tata bahasa. Namun juga soal praktik nyata dalam kehidupan. Satu lagi, bangsa ini butuh contoh nyata. Elit menjadi panutan. Dari setiap kata dan ucapan. Bukan sebatas ucapan berbanding terbalik dengan tingkah laku.
Tahun ini, tagline peringatan 1 Juni lebih baik, menggunakan kata – kita- bukan –aku-seperti tahun lalu. Entah siapa yang punya ide mengampanyekan – aku panca sila—tahun lalu. Jika aku panca sila, maka akan ada kalimatnya, kamu bukan panca sila.

Masriadi Sambo | FOTO By Rahmat Mirza
Sejatinya, kita tidak melulu menganggap diri benar. Yang lain salah. Seakan hanya kita mencintai dan menjaga bangsa ini. Semua rakyat, berkontribusi menjaga dan merawat kemerdekaan. Dengan kadarnya masing-masing.
Bahwa ada satu atau dua yang bermasalah, itu keniscayaan. Di rumah tangga pun kerap terjadi adu mulut. Karena itulah hukum dibuat, diimplementasinya dan sedapat mungkin menjadi godam pengadil untuk bangsa ini. Di sana lah mereka bertanggungjawab untuk negara. Penjara menjadi titik akhirnya.
Maka, sudahlah. Tak perlu membuang energi mengampanyekan aku dan kamu. Kampanyekanlah kita. Bahwa lebaran menjadi titik awal saling memaafkan. Titik awal memulai senyuman baru setelah tegang selama Pemilu. Kamu panca sila, Aku panca sila, Kita panca sila. Semua kita panca sila.