Kepala Desa dan Camat Jalan-jalan

Puluhan kepala desa dengan dalih mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) dana desa terbang ke Bandung, Jawa Barat. Mereka dari sejumlah desa dan kecamatan di Aceh Utara. Suntuk juga mengelola pemerintahan dari tingkat desa dan kecamatan. Belum lagi,soal infrastruktur jalan nan tak bagus seperti di keluhkan masyarakat Desa Rawang Itek, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, Selasa (27/8/2018) hingga mereka menutup jalan. Soal signal handphone juga masih acak kadut.
Bayangkan, betapa suntuk dan jenuhnya kepala desa dan camat itu? Buat menelepon istri dan anak saja dari kantor kecamatan relatif susah. Signal handphone ngadat. Belum lagi menelepon urusan lainnya. Mulai urusan pribadi hingga urusan negeri.
Suntuk kan?
Kepala desa setali tiga uang suntuknya dengan camat. Bayangkan, kepala desa ini mengurusi segala ihwal masyarakat desa. Mulai pernikahan hingga perceraian. Mulai urusan agama hingga kasus meusum. Semua ditangan kepala desa. Memangnya kepala desa tidak punya masalah sendiri? Punya. Mereka juga manusia. Mulai urusan hati hingga soal eksekusi kebutuhan pribadi. Camat juga sama. Betapa suntuk hidup mereka?
Lalu, datang pula Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, 8 Agustus 2018, mengeluarkan surat edaran untuk melarang mereka mengikuti bimtek di luar Provinsi Aceh. Nah, ini bupati tampaknya tidak paham soal kesuntukan aparaturnya.
Wajar saja, aparaturnya mulai camat dan kepala desa menerabas surat edaran itu. Dasar, ini bupati tidak paham keluhan batiniah aparatur di bawahnya. Ketika surat edaran itu hanya selembar kertas dan tak perlu dipatuhi aparatnya, maka disitulah letak kebenaran.
Suntuk bisa menapikan surat edaran itu. Tak perlu juga patuh. Toh, sekadar edaran. Mau mematuhi ya syukur, mau tidak patuh, juga tak ada sanksi apa-apa. Terus masalahnya dimana?
Masalahnya, ada pada marwah penandatangan surat itu? Buat apa tandatangan, kalau toh tandatangan itu tak berarti. Tak bernilai. Tak dihormati. Konon lagi dihargai. Harusnya, bupati jangan menandatangani surat edaran itu. Karena dia yakin dan tahu, larangan itu tak digubris.
Maka, jika saya jadi bupati,tak akan saya larang-larang itu camat dan kepala desa untuk berwisata dengan dalih penguatan kapasitas dan segala macam bentuk lainnya. Saya akan dorong mereka buat jalan-jalan. Biar tidak suntuk. Biar dana desa juga bisa mereka nikmati dengan cara jalan-jalan itu.
Maka, selamat jalan-jalan pak camat dan pak kepala desa. Selamat sampai tujuan. Selamat kembali ke daerah. Kalau mau poligami, kepincut dara tatar Sunda, jangan dulu. Qanunnya belum disahkan.
Hayuk, kita ngopi pagi.